Minggu, 26 Oktober 2014

Days 298 - Mini Trip to Sadang

Tanggal 25 Oktober 2014 yang bertepatan dengan hari sabtu aku berencana untuk melakukan joyride ke Sadang dengan naik bis. Berhubung tanggal 25 oktober merupakan hari sabtu, jadi aku memiliki alasan untuk pergi ke kampus walaupun sebenarnya selain ke kampus dilanjut pergi ke tempat entah kemana. Disaat perjalanan dari rumah, aku baru ingat kalau tanggal 25 Oktober 2014 bertepatan dengan tahun baru islam. Berarti hari itu adalah tanggal merah. Beruntung satu keluarga termasuk aku tidak tau kalau hari itu adalah tanggal merah. Ya yang penting melaksanakan aktivitas seperti biasa tidak peduli apakah itu tanggal merah atau bukan. Hahaha.

Perjalananku dimulai dari rumah sekitar jam 07:07 WIB menuju Terminal Baranangsiang dengan menggunakan bis Karya Jaya relasi Depok-Bogor. Tiba di Pool DAMRI jam 07:58 WIB. Dengan naik tangga penyebrangan yang lokasinya dekat dengan Shelter Transpakuan Baranangsiang, aku berjalan sedikit menuju Terminal Baranangsiang. Saat tiba di Terminal, aku mencari bis Kramat Djati dengan relasi Bogor-Purwakarta. Kebetulan saat tiba di terminal bis tersebut sudah ada di terminal, sehingga aku bergegas naik ke dalam bis tersebut dan mencari tempat duduk. Aku duduk dekat dengan pintu belakang, tepatnya berada di posisi kiri.

Pada saat bis tersebut sedang mencari penumpang untuk naik ke bis Kramat Djati, banyak pedagang sedang menjajakan daganagannya ke penumpang, baik berupa gorengan, minuman dan permen, koran, maupun buku-buku. Adapun pengamen yang ikut menghibur penumpang dikala menunggu waktu keberangkatana bis Kramat Djati, lebih tepatnya menunggu penuhnya penumpang yang dapat tempat duduk didalam bis. Aku membeli air minum untuk mengantisipasi kehausan didalam bis dan aku pun sempat membeli buku tentang pengobatan herbal dan pengobatan urut yang harganya cukup murah meriah. Harga air minum tersebut adalah Rp. 4000 dan harga buku tersebut adalah Rp. 15000. Aku berniat membeli buku pengobatan tersebut karena langka sekali menemukan pengobatan tradisional, belum lagi kurangnya pengetahuan tentang pengobatan tradisional dan juga tanpa pengobatan herbal atau kimiawi. Pada jam 08:06 WIB, pintu bis di tutup dan mulai diberangkatkan, penumpang sudah 95% mendapatkan tepat duduk, sisanya tempat duduknya kosong. Bis sedikit berjalan namun sepertinya bis yang aku naiki sedang menunggu aba-aba dari announcer untuk diberangkatkan. Walau begitu, ada beberapa penumpang yang sedang terburu-buru ingin naik bis Kramat Djati ini. Sekitar 99% kursi terisi. Pukul 08:17 WIB bis mulai diberangkatkan dari Terminal Baranangsiang.

Bis Kramat Djati yang aku naiki ini memiliki relasi rute yang tercantum pada papan depan bis yaitu relasi Bogor-Pasar Rebo-Kopo-Sadang-Purwakarta. Menurutku mungkin bis ini berakhir perjalanannya di Kopo karena Kopo dengan Purwakarta lebih jauh daerah Kopo dibandingkan Purwakarta. Namun karena dalam perjalananku hari ini hanya sampai di Sadang sehingga aku tidak mengikuti perjalanan akhir bis ini. Dari Terminal Baranangsiang, bis ini berjalan menuju pintu masuk tol Kota Bogor dan masuk ke tol Jagorawi. Setelah masuk ke tol Jagorawi, knek (entah bener atau salah dengan penulisan ini) langsung menagih setiap penumpang untuk membayar bis yang mereka naiki ini hingga akhir tujuan. Saat aku ditagih, aku memberikan knek tersebut Rp. 20000 dengan tujuan yaitu sadang. Namun kata knek itu aku kurang Rp. 6000 lagi. Ternyata dari Bogor hingga Sadang Rp. 26000. Katanya dari dulu sampai sekarang kalau naik bis Kramat Djati dari Bogor hingga Sadang harganya selalu tetap di Rp. 26000. Tidak naik dan juga tidak turun walaupun ada kenaikan harga BBM sekalipun. Sepertinya bis Kramat Djati ini mempunyai sesuatu yang spesial dengan harga. Harga naik bis Kramat Djati selalu setia dan berpatok pada harga itu dari waktu kewaktu. Tak heran banyak penumpang yang lebih menyukai naik bis Kramat Djati dibandingkan bis yang lainnya jika dari Bogor ke Purwakarta atau Sadang.

Perjalanan bis ini mulai berhenti di tempat pemberhentian pertama setelah masuk di pintu keluar tol Pasar Rebo, yaitu Pasar Rebo, Jakarta. Bis ini tiba di Pasar Rebo pukul 08:50 WIB. Saat tiba di Pasar Rebo, bis ini menurunkan banyak penumpang di tengah jalan. Walau sedikit berbahaya namun beruntung saat dibelakangnya tidak banyak mobil yang lewat. Pos pemberhentian Pasar Rebo letaknya cukup dekat dengan Terminal Kampung Rambutan serta dekat sekali dengan Halte Transjakarta Fly Over Jalan Raya Bogor.  Bis Kramat Djati ini berjalan lambat dan memutar ke arah tol sambil menunggu penumpang yang ingin naik bis itu. Hanya 1-3 orang yang naik bis itu dari Pasar Rebo. Pada pukul 08:55 WIB, bis kembali diberangkatkan.

Sebelum masuk ke jalan tol, bis ini sempat berbelok arah ke daerah Bambu Apus, Hankam, Cipayung untuk berhenti dan menaikkan penumpang kembali pada pukul 09:01 WIB. Sekitar pukul 09:02 WIB bis kembali diberangkatkan dan masuk ke jalan tol lingkar luar.

Dalam perjalanan selanjutnya, bis ini berjalan menuju tol Jakarta-Cikampek. Sempat mengalami kemacetan disaat jalan masuk ke tol Jakarta-Cikampek pada pukul 09:11 WIB. Kemacetan saat itu tidak terlalu parah. Bis ini terlepas dari kemacetan pada pukul 09:20 WIB. Selama perjalanan di tol Jakarta-Cikampek, arus kendaraan dari arah Jakarta sangat ramai namun lancar karena kecepatan setiap masing-masing kendaraan berada pada sekitaran batas minimum. Namun kemacetan kembali terjadi di beberapa ruas keluar tertentu. Berikut ini tempat ruas keluar terjadinya kemcaetan di tol Jakarta-Cikampek serta awal terjadinya kemacetan dan keluar dari kemacetan selama perjalanan bis Kramat Djati yang aku naiki ini:

Tambun: 09:43-09:46
Cibitung: 09:50-09:54
Cikarang: 10:00-10:06

Selama perjalanan di tol Jakarta-Cikampek, penumpang banyak yang tertidur pulas. Entah tertidur karena kecapean, mengantuk, atau mual. Namun ada beberapa penumpang yang senang dan menikmati perjalanan bis Kramat Djati ini. Yaitu keluarga yang membawa anak-anak mereka. Aku sempat tertidur pulas saat lepas dari kemacetan di ruas keluar Cikarang. Namun aku terbangun lagi sekitar pukul 10:43 WIB dan saat itu berada di ruas keluar Kawasan Industri Karawang. Bis Kramat Djati yang aku naiki ini tidak masuk ke tol Cipularang-Purbaleunyi melainkan tetap lurus menuju Cikampek-Cirebon.

Setelah perjalanan yang panjang di tol Jakarta-Cikampek, bis ini melewati underpass rel kereta api jalan yang sedikit sempit di jalan tol dan masuk di pintu keluar tol Cikampek. Dan tiba di pos pemberhentian ketiga yaitu di pertigaan jalan Cikopo-Cikampek (pos pemberhentian kedua di Bambu Apus, Hankam, Cipayung) pada pukul 10:52 WIB. Banyak penumpang yang turun di pos ini. Yang aku pikirkan saat masuk ke pos pemberhentian Cikopo-Cikampek ini, sebenarnya tujuan akhir dari bis Kramati Djati di Bogor ini berakhir di mana? Apakah di Kopo atau di Purwakartanya? Ya karena ada daerah namanya Kopo dan ada juga yang namanya Cikopo, namun di papan rute relasi bis tersebut tercantum Bogor-Pasar Rebo-Kopo-Sadang-Purwakarta. Mungkin aku akan tau ketika aku naik bis ini untuk yang kedua kalinya. Di pos pemberhentian Cikopo-Cikampek tidak ada penumpang yang naik, masih tersisa sekitar 30% penumpang lagi. Pada pukul 10:52 WIB bisa kembali dijalankan dan berjalan berbelok arah ke kanan menuju pos pemberhentian selanjutnya.

Pada perjalanan selanjutnya, bis Kramat Djati mulai berhenti untuk menurunkan penumpang bagi yang ingin turun di tempat itu. Sedikit demi sedikit penumpang di dalam bis mulai berkurang. Perjalanan bis ini sempat melewati stasiun Cibungur pada pukul 10:57 WIB. Namun pada awal perjalanan sebelumnya, aku sempat melihat beberapa daerah yang sedang dilakukan pembangunan baru, entah berbentuk jalan tol atau rel kereta api. Karena dengar-dengar saat ini sedang dibuat jalan tol baru ke Cirebon dan juga rel kereta api dari Cibungur hingga Tanjungrasa. Bis ini sempat melakukan pengisian bensin di daerah Bungursari dari pukul 11:03 hingga 11:10, itupun sudah termasuk antri di SPBUnya. Perjalanan mulai dilanjutkan dan tak lama kemudian perjalanan sudah tiba di perempatan Sadang, tepatnya di Sadang Terminal Square (STS) pada pukul 11:17 WIB. Aku dan penumpang yang lain turun dan di bis masih tersisa beberapa penumpang. Mungkin penumpang tersebut merupakan penumpang yang menuju Purwakarta karena bis tersebut tetap berjalan lurus, tidak berbelok ke arah pintu masuk tol Purbaleunyi-Cipularang.

Turun dari bis aku sempat mengademkan diri di Sadang Terminal Square (STS) karena hawa setelah keluar di bis sangat panas. Aku masuk ke dalam Sadang Terminal Square namun aku kebelet ingin ke toilet untuk buang air kecil, sehingga aku sempat memutar mencari kamar mandi di sekitaran Sadang Terminal Square. Saat mencari toilet, aku sempat melihat jasa shuttle bis bernama Arnes Shuttle di sekitar sisi samping STS (pintu Cikampek), banyak orang yang ingin naik bis tersebut namun aku kurang tau mereka ingin naik bis relasi mana saja karena jasa shuttle bis Arnes Shuttle ini memiliki 2 relasi. Yaitu relasi Purwakarta-Jakarta yang datangnya setiap 1 jam sekali dari jam 05:00-21:00 dan relasi Purwakarta-Bandung yang datang setiap 30 menit dari jam 05:00-22:00. Untuk biaya kurang diketahui dikarenakan aku belum sempat nanya ke dalam. Mungkin masing-masing relasi memiliki harga tertentu. Setelah melihat Arnes Shuttle dilanjut pencarian toilet untuk buang air kecil, tak jauh dari Arnes Shuttle, aku menemukan toilet dengan biaya penggunaan Rp. 2000 per orang. Setelah itu aku menuju lantai atas (lupa lantai berapa namun terdapat mainan Time Zone dan Food Court). Sebelum aku main di Time Zone (ya seperti biasa, kalau bukan DDR yaitu PIU). Aku sempat makan di Food Court. Aku memesan Ayam Pecel Penyet yang harganya mungkin antara standard atau diatas rata-rata, yaitu Rp. 25000. Walau begitu rasa ayam tersebut rasanya enak dan bikin ketagihan. Rasanya aku ingin meminta lagi Ayam Pecel Penyet itu, cuma berhubung keterbatasan uang jadinya aku cukupkan makananku disini. Kemudian aku membayar pesananku di kasir yang letaknya berada di tengah pinggiran Food Court. Selanjutnya aku membeli minuman Ades (minuman botol yang kemassannya warna hijau) seharga Rp. 5000 dekat tempat karaokean. Kalau di warung biasanya minuman ades ini harganya Rp. 2000 dan di market tertentu harganya Rp. 2500 berhubung kemasannya yang ekonomis dan mudah rusak.

Aku menuju ke Time Zone untuk bermain DDR karena di tempat itu Dance Arcade yang tersedia adalah DDR 8th Mix. Sistem creditnya menggunakan koin namun untuk mendapatkan koin terlebih dahulu harus menggesek kredit di tempat mesin pengambilan koin. Kredit ini berupa saldo yang harus diisi terlebih dahulu dipengisian kredit dan penukaran tiket dengan hadiah. Terdapat 3 mesin pengambilan koin, yaitu 1 gesek 1 koin, 1 gesek 4 koin dan 1 gesek 6 koin. 1 koin sendiri sebesar Rp. 1500. Jadi kalau mau 4 koin harus mengeluarkan Rp. 6000 dan 6 koin harus mengeluarkan Rp. 9000. Aku hanya menggesek di 1 gesek 4 koin untuk bermain DDR. Selanjutnya, aku bermain DDR pada Double Mode. Mode yang jarang dimainkan orang-orang di dance arcade DDR. Kedua pad masih nyaman untuk dimainkan sehingga mudah pula untuk mendapatkan rank A walau sulit untuk mendapatkan Full Combo apalagi Full Perfect Combo. Bahkan entah kenapa aku sedikit lebih mudah mendapatkan rank A di lagu yang sulit di DDR 8th Mix di STS ini. Biasanya di tempat lain sedikit sulit. Entah faktor pad yang enak atau sedang bersemangat main. Karena ketagihan akhirnya aku menggesek 4 koin kembali untuk bermain kembali double mode kembali. Setelah selesai, gak kerasa badanku mengucur banyak keringat. Akhirnya aku berisitirahat sejenak mencari tempat duduk dan mulai mencari pendingin untuk mengeringkan badanku dan bajuku yang penuh dengan basahan keringat. Setelah itu aku keluar dari STS melewati pintu Purwakarta.

Pukul 12:58 saat di luar STS aku melihat ada bis Kramat Djati yang warnanya sedikit berbeda sedang berhenti di perempatan jalan menuju pintu masuk tol Cipularang-Purbaleunyi. Aku menyebrangi jalan perempatan itu dan bertanya kepada knek bis itu, ternyata bis Kramat Djati yang ngetem disitu bukan menuju Bogor. Info yang aku dapat dari knek di tempat itu bahwa kedatangan bis Kramat Djati yang relasinya ke Bogor dari Purwakarta cukup lama, bahkan datang sekitar 30-120 menit. Hal ini dikarenakan masih minimnya armada bis untuk rute relasi Bogor-Purwakarta, Jika ingin yang banyak ke arah Bogor sebenarnya bisa naik bis Warga Baru relasi Purwakarta-Kampung Rambutan namun dilanjut naik Miniarta ke Bogor. Dan entah bener atau tidak, katanya bis terakhir Kramat Djati dari Purwakarta itu jam 16:00. Namun ada juga yang bilang kalau bis terakhir dari Purwakarta sekitar jam 19:00. Mungkin aku butuh banyak bertanya sama orang yang naik bis Kramat Djati atau pengelola bis Kramat Djati untuk relasi Bogor-Purwakarta nya langsung di lokasi. Dan yang kedua kalinya aku berencana ke Purwakarta dengan naik bis hingga relasi terakhir bis Kramat Djati ini. Katanya bis Kramat Djati relasi dari Purwakarta ke Bogor memiliki rute yang sama pula sehingga tidak melewati pintu masuk tol Sadang. Melainkan menuju Cikopo-Cikampek untuk ke pintu masuk tol Cikampek.

Karena menunggu bisnya cukup lama, akhirnya aku memutuskan diri untuk mencoba naik lokalan Purwakarta yang terletak tak jauh dari Sadang. Nama stasiunnya itu adalah Stasiun Sadang. Hanya membutuhkan waktu sekitar 5 hingga 7 menit dengan jalan kaki sudah tiba di stasiun Sadang. Dari STS hanya berjalan mengikuti jalan. Ketika melihat ada gapura dengan jalan raya menuju ke atas, kita hanya berbelok ke arah kanan dan menuruni jalan hingga bertemu dengan rel. Setelah itu berbelok ke arah kanan, jalan sedikit melewati jalan yang penuh dengan debu, tanah, dan batu dan akhirnya tiba di stasiun kecil Sadang.

Stasiun Sadang merupakan stasiun kecil yang aktif dan tidak terawat namun memiliki lokasi yang strategis karena dekat dengan perkampungan dan pedesaan daerah Sadang, akses jalan menuju Sadang Terminal Square (STS) serta kampus STT (Sekolah Tinggi Teknik) Wastukancana. Karena tempatnya terpencil berada dibawah flyover jalan raya Cikampek-Purwakarta dan tidak ada tanda jalan menuju stasiun sehingga stasiun ini tidak banyak dikenal orang-orang sekitar kecuali penduduk sekitar situ dan orang-orang yang mengetahuinya. Namun walaupun seperti itu, banyak penumpang yang naik kereta lokalan dari stasiun Sadang menuju Cikampek-Karawang-Jakarta dan jarang yang naik kereta lokalan ke stasiun Purwakarta namun banyak pula warga yang turun di stasiun Sadang dari arah Cikampek-Karawang-Jakarta.

Dari segi fisik stasiun Sadang, bentuk stasiun Sadang mirip seperti bentuk stasiun pada zaman dahulu sehingga bangunan stasiun Sadang ini memiliki nilai historis yang cukup tinggi namun sangat disayangkan kondisi stasiun Sadang ini cukup mengenaskan. Hal ini dikarenakan banyaknya coretan yang parah setiap sisi bangunan (khususnya pintu ruang loket). Toilet stasiun Sadang yang rusak dan tidak ada perbaikan sama sekali. Dan ruang yang tersedia di stasiun itu hanyalah terdapat 4 ruang yaitu 2 ruang tunggu, ruang loket, serta ruang PPKA. Ruang PPKA yang kosong, tak terurus, lantai yang berlubang, tidak ada keramik sama sekali, penuh tumbuhan dan juga beberapa ruas sisi ruangan tertutup dengan potongan rel. Ruang tunggu yang satu tidak memiliki tempat duduk, hanya berupa lantai biasa dan ruang tunggu satunya terdapat 3 bangku tempat duduk serta tempat loket dan tempelan kertas jadwal Lokalan Purwakarta, baik dari arah Jakarta (bukan ke Purwakarta) maupun yang menuju Jakarta serta tulisan pembayaran tiket harus dengan uang yang pas. Entah kenapa orang yang melayani tiket itu sepertinya tidak menerima orang yang membeli tiket dengan uang yang lebih, harus membayar dengan uang pas. Ruang dengan pengelola stasiun yang aktif hanyalah berada di ruang loket. Saat aku lihat sekilas, ruang loket ini hanya terdiri dari printer tiket, komputer dengan CPU, meja dan satu orang yang mengelola tiket. Entah PPKA, kepala stasiun atau pengelola stasiun Sadang yang lain pada kemana.Yang masih aku tanyakan di stasiun Sadang ini apakah yang mengelola stasiun Sadang ini hanya satu orang atau ada yang lainnya? Karena saat aku lihat juga stasiun ini tidak terdapat megaphone (kalau kata orang-orang nyebutnya TOA [nama merek megaphone]) untuk mengeluarkan suara pengumuman ketika terdapat kereta api yang tiba  dan berangkat, melintas langsung, dan yang lainnya. Mirisnya lagi, stasiun Sadang ini minim sekali akan penerangan. Sehingga dapat dibayangkan betapa gelapnya stasiun ini jika di malam hari. Namun tenang saja, stasiun Sadang ini terdapat perumahan warga yang lokasinya sangat dekat sekali. Sehingga ada sedikit penerangan walau tidak berada di stasiun namun perjalanan ke jalan rayanya itu memang cukup membuat adrenalin naik. Peron stasiun yang kecil dan pendek cukup menyulitkan penumpang untuk naik ke dalam kereta api. Dan mirisnya lagi, peron yang seperti itu hanya di jalur 1, di jalur 2 tidak memiliki peron sama sekali sehingga apabila kereta lokal ini tiba (dari arah Cikampek-Karawang-Jakarta) maka penumpang yang turun terpaksa harus berhati-hati selain tidak memiliki peron yang memadai dan juga dipingginya pun terdapat rel yang cukup berbahaya apabila tiba-tiba terdapat kereta yang melintas di jalur 1 (bagi yang menyebrang ke jalur 1).

Pemandangan di stasiun Sadang tidak kalah menarik karena di depan pintu masuk stasiun terdapat lapangan kecil depannya merupakan rumah warga. Terdapat rel yang terpendam di lapangan kecil itu, entah peninggalan sejarah kalau ada rel disitu entah juga rel bekas yang terpendam. Selain itu juga didepan peron stasiun Sadang terdapat hamparan sawah yang indah sehingga sangat bagus untuk pengambilan foto pemandangan di tempat itu. Di samping kanan (utara) stasiun Sadang pun juga persawahan dan dari situ terlihat jelas letak kampus STT Wastukancana.

Aku membeli tiket KA Lokal Purwakarta bernomor KA 367 dari Sadang ke Purwakarta dengan harga Rp. 3000. Sambil menunggu, aku menjelajah sekitaran stasiun Sadang. Walau adem nan panas tapi sangat memuaskan dikarenakan ada bagian pemandangan di stasiun Sadang yang cukup baik untuk dilihat dan dijadikan kenangan.

Pada pukul 13:21 WIB, KA Lokal Purwakarta tiba di stasiun Sadang. Penumpang mulai berbondong-bondong naik ke dalam kereta api sebelum kereta api itu berangkat. Setelah di peron sepi dan tidak ada penumpang yang naik kereta api akhirnya kereta api itu dijalankan kembali tanpa diberikan semboyan dari stasiun kecuali semboyan 35 dari kereta api itu sendiri. Pada pukul 13:22 WIB KA Lokal Purwakarta mulai dijalankan. Di dalam kereta api yang aku naiki ini, banyaknya penumpang cukup ramai sehingga banyak tempat duduk yang sudah terisi walau ada beberapa yang belum terisi sama sekali. Khususnya untuk gerbong belakangnya. Sayangnya ada gerbong yang ACnya nyala dan ada juga yang ACnya mati. Adapun juga yang stop kontaknya nyala dan juga ada stop kontak yang mati. Ironisnya, aku kebagian gerbong yang stop kontaknya mati ditambah ACnya pun mati. Hanya bisa merasakan hawa panas dan keringat mulai berkucuran seiring lamanya perjalanan.

Berikut ini Trip Report yang aku catat selama perjalanan dengan KA 367 ini dari stasiun Sadang hingga stasiun Jakarta.



Selama perjalanan di dalam KA 367, banyak segerombolan komunitas tipe-X naik di gerbong yang aku naiki dari stasiun Cikampek. Kemudian beberapa stasiun berikutnya seperti stasiun Klari, Karawang, Cikarang, Tambun, dan Bekasi mulai merambat banyak komunitas tipe-X itu sehingga membuat satu gerbong rame dengan komunitas itu. Sayangnya, selama perjalanan ini banyak yang ngeluh karena AC yang mati dan stop kontak yang mati sehingga tidak bisa ngecas dan badan terasa panas ditambah keringat mulai bercucuran. Namun ada juga yang ngeluh karena tidak ada pedagang yang masuk sehingga mereka tidak bisa jajan untuk menikmati setunggak air putih yang dingin. Walau menurutku memang cukup bagus karena sudah tidak ada lagi pedagang yang masuk di dalam kereta lokal Cikampek-Purwakarta terutama pengemis yang maksa dan pengamen yang berisik sehingga perjalanan kereta api lokal sudah masuk dalam kenyamanan yang baik tapi mungkin banyak penumpang kereta api lokal yang belum terbiasa akan kondisi seperti ini. Semoga keadaan tanpa pedagang, pengamen, dan pengemis didalam kereta bisa dipertahankan terus. Ketika melewati stasiun Cipinang, bateraiku habis sehingga Trip Report setelah stasiun Cipinang mulai berantakan. Ketika sampai di stasiun Kemayoran aku berjalan menuju gerbong paling depan. Tiba-tiba aku kaget ketika melihat gerbong bordes dipakai untuk penumpang yang tidak bertanggung jawab. Sekumpulan anak remaja sedang asyik bermain di dalam bordes. Parahnya lagi, bordes tersebut dipakai anak-anak remaja tersebut untuk bermain bola. Beruntung bordes tidak memiliki kaca. Kalau ada kaca bisa berbahaya namun tetap saja berbahaya karena merusak fasilitas kereta api. Sepertinya petugas kereta, dari satpam dan kondektur pun tidak dapat berkutik karena jumlah mereka yang banyak dan sulit diatur tapi mereka semua memiliki tiket. Sehingga tetap dibiarkan seperti itu. Perjalanan sedikit tersendat cukup lama ketika ingin masuk ke stasiun Jakarta Kota. Namun ada beberapa penumpang yang kelihatannya panik dan cemas karena takut tertinggal kereta. Saat ditanya, penumpang tersebut ingin naik KA Tegal Arum untuk ke Tegal. Kondektur, satpam, dan orang sekitar tidak bisa berbuat apa-apa. Orang-orang tersebut ada yang naik dari Cikampek, Karawang, dan juga dari Cikarang. Karena waktu yang cukup mepet dan waktu sudah menunjukkan pukul 16:20. Sehingga orang tersebut hanya bisa berdoa agar bisa terkejar KA Tegal Arum itu. Tapi mirisnya lagi, tiket yang dia beli dari pihak ketiga belum ditukar sama sekali. Kata kondektur dan satpam, tiket yang belum ditukar tersebut masih bisa dipake selama perjalanan kereta api itu kalau tidak sempat untuk ditukar. Ketika tiba di stasiun Jakarta Kota pukul 16:28 WIB, orang-orang mulai berteriak kepada penumpang yang ingin naik KA Tegal Arum dari KA Lokal Purwakarta untuk segera berlarian. KA Tegal Arum mulai berangkat dan penumpang tersebut mulai mengejar KA Tegal Arum itu namun sayangnya tidak terkejar. Tiket yang mereka beli akhir hangus dan hanya penyesalan yang bisa mereka dapat dari kejadian yang tidak dapat diduga dari naik KA 367 itu. Akhirnya penumpang tersebut kecewa dan entah apa yang mereka lakukan selanjutnya, entah pulang kembali dengan lokalan Cikampek, atau naik KA yang relasi bisa sampai ke stasiun Tegal.

Dari stasiun Jakarta Kota, aku mengisi saldo Multitrip aku terlebih dahulu, dilanjut belanja minuman dan mengisi baterai HPku terlebih dahulu sebelum berangkat untuk pulang. Aku pulang dengan naik KRL KA 1194 turun di Bojonggede dan pulang dengan menggunakan Ojek.